Berbaik sangka sama Allah
June 11, 2018
Assalamu'alaikum...
Pernah engga sih terkadang ngerasa bahwa Allah itu engga adil, apalagi pas lagi ditimpa musibah yang bertubi-tubi. Sebaliknya pas liat temen kita yang hidupnya hura-hura hidupnya berasa mulus'' aja engga pernah keliatan punya masalah yang serius.
Jadi teringat cuplikan ceramah Ustadz Hanan beliau bilang, "manusiawi banget kalau kita sedih, kecewa, marah dan terpuruk, tapi sebagai pribadi yang percaya akan adanya Allah menjadi seorang mukmin tidak cukup bermodalkan manusiawi sebagai mukmin kita harus menjadi lebih dari itu".
Menjadi mukmin bukan berarti tidak boleh bersedih, kecewa dan galau menjadi seorang mukmin harus bisa bangkit dari setiap perasaan itu.
Berasa so bijak hari ini, tapi engga ada maksud lain selain pengen bikin hati saya sendiri menjadi lebih tenang mun cek sunda mah "ngabebenjoken maneh".
Hidup di negara yang bisa disebut memiliki kewaspadaan yang lebih kepada islam bukan hal yang mudah. Bermodalkan iman yang masih tipis dan pengetahuan tentang agama sendiri masih minim rasanya tidak ada dasar apapun untuk bisa membela diri apalagi agama ini, Minggu sore suami berjalan menghampiri saya dengan wajah yang murung. Saya tanya dengan pelan ada apa, dia coba menggenggam tangan saya dan mengatakan bahwa kita harus segera pindah dari apartment yang kita tempati sekarang, tanpa saya tanya alasannya saya sudah tahu.
Apalagi kalau bukan hijab dan agama kami,
"Sebegitu bencinya kah kalian terhadap kami ?"
"Seburuk itukah orang islam di mata kalian ?"
Kami berdua hanya tertegun entah apa yang harus kami lakukan selanjutnya, menemukan tempat tinggal bukan hal yang mudah disini, dengan sisa uang yang sedikit dan adanya seleksi calon penyewa membuat semuanya terasa mustahil secara manusiawi.
Kami baru saja pindah ketempat ini diawal perjanjian mereka tidak masalah, tapi entah apa yang membuta pikiran mereka berubah yang saya tahu tidak ada kekuatan besar selain Allah yang membulak-balikan hati mereka.
Saya tidak ingin membuat suami saya merasa bersalah saya tahan air mata ini dengan tetap memberikan senyum dan menggenggam tangannya saya katakan pada suami semuanya akan baik-baik saja insyaallah, meskipun saya tahu itu tidak semudah yang di bayangkan. Rasanya malu diri ini pada Allah saat musibah atau ujian datang barulah diri ini ingat kepada Allah.
Terlintas dipikiran saya kenapa harus harus terjadi pada diri yang iman masih sangat lemah ini?,
mencoba menemukan jawaban yang bisa saya jadikan kambing hitam hanya membuat saya semakin sedih. Suami saya sudah bekerja sangat keras saya tidak ingin membuat nya merasa bersalah dengan semuanya mencoba menenangkan orang lain saat hati saya sendiri tidak sanggup. Ini bukan ujian pertama tentang hijab dan agama saya yang di permasalahkan. Disini saya benar-benar baru merasa tidak ada tempat memohon pertolongan selain kepada pemilik jiwa ini, saya coba berfikir dengan sudut pandang lain menghadapi masalah ini. Sudut pandang yang secara manusiawi tidak akan menghasilkan apapun.
Mungkinkah Allah rindu dengan sujud kami yang lama ? meskipun seringkali kami tidak khusu' dalam sholat kami ?
Mungkinkah Allah rindu doa-doa yang biasanya kami panjatkan sebelum kami mendapatkan semua apa yang kami inginkan ?
Mungkinkah Allah rindu saat kamı memanggil namanya dalam heningnya malam ?
Mungkinkah semua nikmat dan sudah terkabul nya doa yang dulu kami selalu panjatkan telah membuat kami jauh darimu ya rab sehingga engkau menegur kami dengan masalah yang datang kedalam hidup ini.
Pernah engga sih terkadang ngerasa bahwa Allah itu engga adil, apalagi pas lagi ditimpa musibah yang bertubi-tubi. Sebaliknya pas liat temen kita yang hidupnya hura-hura hidupnya berasa mulus'' aja engga pernah keliatan punya masalah yang serius.
Jadi teringat cuplikan ceramah Ustadz Hanan beliau bilang, "manusiawi banget kalau kita sedih, kecewa, marah dan terpuruk, tapi sebagai pribadi yang percaya akan adanya Allah menjadi seorang mukmin tidak cukup bermodalkan manusiawi sebagai mukmin kita harus menjadi lebih dari itu".
Menjadi mukmin bukan berarti tidak boleh bersedih, kecewa dan galau menjadi seorang mukmin harus bisa bangkit dari setiap perasaan itu.
Berasa so bijak hari ini, tapi engga ada maksud lain selain pengen bikin hati saya sendiri menjadi lebih tenang mun cek sunda mah "ngabebenjoken maneh".
Hidup di negara yang bisa disebut memiliki kewaspadaan yang lebih kepada islam bukan hal yang mudah. Bermodalkan iman yang masih tipis dan pengetahuan tentang agama sendiri masih minim rasanya tidak ada dasar apapun untuk bisa membela diri apalagi agama ini, Minggu sore suami berjalan menghampiri saya dengan wajah yang murung. Saya tanya dengan pelan ada apa, dia coba menggenggam tangan saya dan mengatakan bahwa kita harus segera pindah dari apartment yang kita tempati sekarang, tanpa saya tanya alasannya saya sudah tahu.
Apalagi kalau bukan hijab dan agama kami,
"Sebegitu bencinya kah kalian terhadap kami ?"
"Seburuk itukah orang islam di mata kalian ?"
Kami berdua hanya tertegun entah apa yang harus kami lakukan selanjutnya, menemukan tempat tinggal bukan hal yang mudah disini, dengan sisa uang yang sedikit dan adanya seleksi calon penyewa membuat semuanya terasa mustahil secara manusiawi.
Kami baru saja pindah ketempat ini diawal perjanjian mereka tidak masalah, tapi entah apa yang membuta pikiran mereka berubah yang saya tahu tidak ada kekuatan besar selain Allah yang membulak-balikan hati mereka.
Saya tidak ingin membuat suami saya merasa bersalah saya tahan air mata ini dengan tetap memberikan senyum dan menggenggam tangannya saya katakan pada suami semuanya akan baik-baik saja insyaallah, meskipun saya tahu itu tidak semudah yang di bayangkan. Rasanya malu diri ini pada Allah saat musibah atau ujian datang barulah diri ini ingat kepada Allah.
Terlintas dipikiran saya kenapa harus harus terjadi pada diri yang iman masih sangat lemah ini?,
mencoba menemukan jawaban yang bisa saya jadikan kambing hitam hanya membuat saya semakin sedih. Suami saya sudah bekerja sangat keras saya tidak ingin membuat nya merasa bersalah dengan semuanya mencoba menenangkan orang lain saat hati saya sendiri tidak sanggup. Ini bukan ujian pertama tentang hijab dan agama saya yang di permasalahkan. Disini saya benar-benar baru merasa tidak ada tempat memohon pertolongan selain kepada pemilik jiwa ini, saya coba berfikir dengan sudut pandang lain menghadapi masalah ini. Sudut pandang yang secara manusiawi tidak akan menghasilkan apapun.
Mungkinkah Allah rindu dengan sujud kami yang lama ? meskipun seringkali kami tidak khusu' dalam sholat kami ?
Mungkinkah Allah rindu doa-doa yang biasanya kami panjatkan sebelum kami mendapatkan semua apa yang kami inginkan ?
Mungkinkah Allah rindu saat kamı memanggil namanya dalam heningnya malam ?
Mungkinkah semua nikmat dan sudah terkabul nya doa yang dulu kami selalu panjatkan telah membuat kami jauh darimu ya rab sehingga engkau menegur kami dengan masalah yang datang kedalam hidup ini.
Tidak ada yang bisa membuat tenang selain mencoba berbaik sangka kepada Allah terasa sulit tapi Allah yang menggenggam hati manusia tidak perduli dengan ras, agama dan kelompok semua milik Allah.
0 comments